Kapitasi? Halal atau haram?

seminggu ini saya dibikin pusing dengan tawaran menjadi dokter keluarga provider asuransi.  Yang bikin pusing sistem pembayarannya yang masih saya ragukan kehalalannya.

sistem kapitasi adalah sistem pembayaran pada dokter keluarga/ pelayanan primer yang ditunjuk pihak asuransi.  pembayarannya setiap bulan didasari pada jumlah tanggungan orang yang wajib dilayani oleh sang dokter, bukan berdasar jumlah kunjungan.

contohnya: seorang dokter keluarga membawahi 1000 jiwa yang wajib diberikan pelayanan kesehatan (berupa pemeriksaan kesehatan, konsultasi, obat-obatan, serta perujukan ke spesialis atau RS).  Sang dokter akan mendapat kapitasi 1000 jiwa x Rp 4000 sebagai jumlah kapitasi dari asuransi (sebagai contoh)= 4 juta , tiap bulannya. memang belum tentu semua berobat, dan disitulah letak sang dokter bisa mengambil untung.  Bila kunjungan sedikit, obat yang dia keluarkan sedikit, tenaga yang keluar juga sedikit, padahal kapitasinya tetap sama dapat . contoh: kunjungan sebulan 100 kali, biaya obat (rata2 15rb/pasien)keluar 1,5  juta, berarti dia masih untung 2,5 jt.

sebaliknya bila kunjungan banyak, tenaga banyak terkuras, biaya obat yang diresepkan juga naik, maka dia jadi rugi. karena dapatnya tetap sama 4 jt.  bisa-bisa malah minus, karena biaya obat yang diresepkan lebih besar. Contoh: kunjungan 200 pasien , biaya obat 3 jt, berarti untungnya sisa 1 juta.

sistem ini saya lihat mirip2 sistem ijon pada petani.  Bayar dulu, terserah nanti panennya banyak ato sedikit.

menurut pandangan saya, dalam sistem ini ada kemiripan / unsur judi (maysir), Definisi Judi (Maysir) menurut islam :kalo gak untung ya rugi.  Kalo pasien sedikit untung, kalo pasien banyak malah rugi.  hasil yang didapat tidak berbanding lurus dengan kerja, bila kerja banyak malah tambah rugi.

kesimpulannya : saya jadi meragukan kehalalan sistem ini.  padahal dari cerita sbagian senior yang sudah memakai sistem ini katanya sih tetap ada labanya walau harus hati2 ngatur obat yang diberi.   tengah bulan harus dievaluasi, kalo udah banyak pengeluaran dari obat, berarti harus diseretin resepnya di akhir bulan.

Surfing2 di internet, tanya ustadz secara online belum dapat jawaban.  ada pikiran mau nanya ke MUI untuk ngeluarkan fatwa, tapi gak tau jalurnya.  Sementara sekarang ya do’a aja, mudah2 an ada kejelasan hukum syar’i dalam waktu dekat.

Allahumma aghninaa bi halalika an haramika, Ya Allah cukupkan aku dengan rezki yang halalMu bukan yang Kau haramkan.

Tinggalkan komentar